Audiensi Catatan Kritis atas Kebijakan Gubernur DIY 2017-2022

Rilis Pers
Audiensi Catatan Kritis atas Kebijakan Gubernur DIY 2017-2022

PADA 13 April 2023, LBH Yogyakarta bersama perwakilan lembaga mitra, termasuk paralegal melakukan audiensi dengan Biro Hukum, Bappeda, dan Kesbangpol DIY untuk menindaklanjuti temuan LBH Yogyakarta di dalam Catatan Kritis Gubernur DIY periode 2017-2022. Audiensi tersebut berlangsung di ruang Biro Hukum DIY, dengan maksud terutama untuk menyampaikan rekomendasi kebijakan kepada Gubernur DIY agar melakukan pelayanan publik yang lebih baik pada periode 2022-2027.

Ada empat persoalan isu yang kami sampaikan kepada perwakilan lembaga pemerintah yang hadir, yakni (1) HAM dan Demokrasi, (2) Dana Keistimewaan, (3) Kelompok Rentan dan Marjinal, dan (4) Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan. Dalam masing-masing isu tersebut kami menemukan silang-sengkarut kebijakan yang berdampak pada pelayanan publik yang buruk.

Dalam isu HAM dan Demokrasi, sepanjang periode 2017-2022, Gubernur DIY lebih mementingkan aspek konteks dan hasil, tanpa memperhitungkan aspek proses demokrasi. Misalnya dalam hal pembuatan Pergub DIY Nomor 1 tahun 2021 tentang Pengendalian dan Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka, di sini terjadi maladministrasi karena tidak melibatkan partisipasi publik. Kemudian, ketika Pergub a quo diberlakukan, dapat berdampak pada pembatasan ruang kebebasan sipil, seperti adanya pelarangan menyampaikan pendapat di sepanjang jalan Malioboro. Padahal, di sanalah lokasi aktor-aktor strategis bagi publik untuk menyampaikan aspirasi, seperti kantor Gubernur dan DPRD DIY. Dengan demikian, tidak diperhatikannya aspek proses (partisipasi yang bermakna) mengakibatkan substansi peraturan yang tidak akurat, bahkan mengkerdilkan publik itu sendiri.

Selanjutnya tentang Dana Keistimewaan (danais), di mana dalam proses perumusan, perencanaan, pengelolaan, hingga pengawasannya minim partisipasi publik. Kejanggalan dalam setiap tahapan itu berimplikasi pada kesangsian kami, sebagai publik, terhadap transparansi dan akuntabilitas danais. Pertama, situs Sengguh sebagai pangkalan data danais tidak dioptimalkan oleh Pemerintah DIY, bahkan error ketika kami mengakses menu “Dana Keistimewaan” pada 13 dan 21 Januari, dan 16 Februari 2023. Padahal situs tersebut merupakan sarana institusional yang dapat mendorong publik untuk berpartisipasi dalam pengawasan pengelolaan danais dan memastikan keakuratan penerima manfaat dari program keistimewaan.

Kedua, terdapat simplifikasi partisipasi publik dalam perumusan program keistimewaan, yang mana hanya melibatkan lembaga istimewa, pun tanpa melibatkan DPRD DIY dalam pembahasan. Ketiga, terdapat kekosongan hukum dalam pengawasan danais, sehingga DPRD DIY tidak menjalankan fungsi pengawasan pengelolaan danais.

Kemudian sehubungan dengan kelompok rentan dan marjinal, kami telah memeriksa Perda Nomor 1 tahun 2014 tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis dan Pergub Nomor 36 tahun 2017 tentang SOP Penanganan Gelandangan dan Pengemis. Pengertian gelandangan dan pengemis di dalam Perda dan Pergub a quo yang tidak komprehensif mengakibatkan praktik penanganan yang diskriminatif. Kemudian, empat (4) upaya penanganan yang dilakukan oleh petugas pelaksanaan, yakni preventif, koersif, rehabilitatif, dan reintegrasi sosial, tidak memenuhi nilai inklusivitas, perlindungan anak, dan sensitivitas gender. Bagi penyandang identitas transpuan, mereka mengalami diskriminasi berlapis oleh aparat pelaksana.

Terakhir, sehubungan dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan, di mana tindakan intoleran, bahkan hingga saat ini, belum mampu dibendung melalui kebijakan Gubernur DIY. Justru aparatur sipil negara menjadi aktor utama tindakan intoleran dan diskriminatif. Misalnya, GKJ Klasis Gunung Kidul yang dihambat
dalam mendapatkan IMB untuk pendirian kantor mereka oleh DPMPT sejak 2015 hingga 2021, meski PTUN telah mengabulkan putusan jemaat GKJ. Kemudian akses terhadap layanan pendidikan penghayat kepercayaan bagi peserta didik penghayat di SD, SMP dan SMA/SMK belum sepenuhnya diakomodir secara baik. Padahal pengakuan terhadap penganut kepercayaan sudah diakui oleh negara melalui Putusan MK No. 97/PUU-XIV/2016 tentang Administrasi Kependudukan dan Permendikbud No. 27 Tahun 2016 tentang Layanan Pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa pada Satuan Pendidikan. Serta, kasus intoleransi yang terjadi di lingkungan sekolah negeri yang pelakunya seorang Guru (kasus SMA Negeri 1 Banguntapan).

Selain itu, relasi antar iman sesama masyarakat sipil juga mengalami kemunduran akibat intervensi kelompok intoleran, sementara aparatur sipil negara malah mengakomodasi kepentingan kelompok intoleran. Misalnya dalam kasus terbaru pada 22 Maret 2023, yakni penutupan patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St. Yacobus di Kab. Kulon Progo. Ini merupakan gambaran lembaga
pemerintah di DIY lebih memihak kepentingan mayoritas daripada melindungi hak-hak minoritas agama dan kepercayaan.

Berdasarkan temuan kami di dalam catatan kritis tersebut, kami merekomendasikan kebijakan berdasarkan empat isu tersebut kepada Gubernur DIY sebagai berikut:

HAM dan Demokrasi

  1. Mendesak Gubernur DIY untuk mencabut Peraturan Gubernur DIY Nomor 1 tahun 2021 tentang Pengendalian dan Pelaksanaan Pendapat di Muka Umum pada Ruang Terbuka, karena berpotensi menghambat kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat.

Dana Keistimewaan

  1. Paniradya Kaistimewaan berkewajiban mewujudkan kemudahan akses masyarakat kepada danais demi kepentingan pengawasan publik terhadap pengelolaan danais. Maka, Paniradya Kaistimewaan wajib membuat menu “Dana Keistimewaan” pada situs Sengguh dan menerapkan fungsi tagging yang me-link ke menu “Dana Keistimewaan” bagi program yang pendanaannya berasal dari dana keistimewaan.
  2. Mendorong Gubernur bersama DPRD DIY membuat Perdais tentang penyusunan dana keistimewaan yang substansinya melibatkan partisipasi dan representasi masyarakat dalam proses pembahasan rencana kebutuhan dana keistimewaan sebelum diusulkan kepada Menteri Keuangan. Terobosan ini
    sebagai respon atas pasal 5 ayat (2) Permenkeu Nomor 16/PMK.07/2023 yang menyebutkan usulan rencana kebutuhan Dana Keistimewaan berpedoman pada, salah satunya, Perdais.
  3. Mendesak Gubernur bersama DPRD DIY menyusun Perdais tentang pengawasan pengelolaan dana keistimewaan untuk memberi kepastian hukum kepada DPRD dalam melakukan pengawasan danais.

Kelompok Rentan dan Marjinal

  1. Merevisi Perda DIY No. 1 Tahun 2014 dan Pergub No. 36 Tahun 2017 dengan mencantumkan perspektif perlindungan anak, terutama pemenuhan hak-hak anak.
  2. Mendorong peningkatan kapasitas Satuan Kerja Perangkat Daerah (atau petugas yang melaksanakan Pergub No. 36 Tahun 2017) dalam penanganan gelandangan dan pengemis yang berasaskan inklusivitas serta perlindungan terhadap kelompok rentan dan minoritas seksual.

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

  1. Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta perlu menyelenggarakan pendidikan toleransi yang berkolaborasi dengan masyarakat, perempuan, lembaga keagamaan, dan kepercayaan untuk mendukung Pasal 7 ayat (1) huruf a tentang penguatan kerukunan umat beragama, huruf f tentang pendidikan dan pelatihan perdamaian, dan huruf l tentang pendidikan agama dan penanaman nilai-nilai integrasi kebangsaan dalam Pergub DIY No. 107 Tahun 2015 tentang Penanganan Konflik Sosial.
  2. Mendesak Pemerintah Provinsi D.I Yogyakarta untuk memberikan layanan dan akses terhadap minoritas agama dan kepercayaan secara adil dan Inklusif.
  3. Biro Bina Mental Spiritual Setda DIY perlu merumuskan upaya membangun toleransi antar sesama pemeluk agama dan kepercayaan agar dapat meningkatkan kualitas hidup, kehidupan, dan penghidupan masyarakat yang berkeadilan dan bebas dari kasus intoleransi dan diskriminasi.
  4. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi D.I Yogyakarta perlu menyusun aksi terpadu perlindungan umat beragama dan kepercayaan dalam mendirikan rumah ibadat, menjalankan ritual keagamaan dan kepercayaan yang melibatkan Kementerian Agama, Kundha Kabudayan, tokoh agama dan kepercayaan, perempuan, dan kelompok masyarakat sebagai kelanjutan dari Pergub DIY No. 32 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Terpadu Penanganan Konflik Sosial Tahun 2021.
  5. Bappeda DIY perlu menyusun perencanaan pembangunan yang berkualitas yang mampu untuk memitigasi kasus intoleransi di DIY.
  6. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan yang berada di kabupaten/kota di D.I Yogyakarta dapat mendorong kalurahan menganggarkan dana desa untuk kegiatan dialog lintas iman di kalurahan, serta menjadikan balai kalurahan sebagai tempat perjumpaan para pemeluk agama dan kepercayaan.
  7. Mendorong komunitas agama dan kepercayaan untuk menciptakan ruang-ruang bersama sebagai upaya memelihara persaudaraan lintas iman.

Tim audiensi:

  1. LBH Yogyakarta
  2. Ikatan Waria Yogyakarta
  3. Koalisi Lintas Isu
  4. Yayasan Lembaga Kajian Islam dan Sosial
  5. Harapan Fian
  6. Institut DIAN/Interfidei
  7. Pusham UII
  8. YIPC

Narahubung: 0813 5239 7142 (LBH Yogyakarta)