Pertemuan-pertemuan kecil antar paralegal selalu diupayakan ada setiap bulannya. Dari pertemuan ini, setidaknya akan terjalin silaturahmi, penguatan komunitas dan sharing pengalaman juga beberapa masalah hukum yang terjadi pada setiap komunitas atau organisasi.
Akhir bulan September, tepatnya pada tanggal 20 di hari Jum’at, 2 orang perwakilan paralegal dari Serikat Perempuan Pekerja Rumahan (SPPR) dan 1 orang dari Persatuan Perempuan Pekerja Seks Yogyakarta (P3SY) dan 3 orang dari LBH Yogyakarta berkumpul. Pertemuan ini bertempat di kediaman Ibu Semi, di Dusun Nogosari, Wukirsari, Bantul.
Ibu Warisah yang merupakan paralegal LBH Yogyakarta dari sektor Pekerja Rumahan memaparkan beberapa perkembangan pembuatan Raperda Pekerja Rumahan yang sedang digagas oleh teman-teman komunitas dan jaringan. Selain itu, beliau yang kebetulan juga baru pulang dari Jakarta dalam agenda pertemuan pembahasan Undang-Undang tentang pekerja rumahan, mengharapkan dari pembahasan tersebut pekerja perumahan memiliki payung hukum untuk mengatasi setiap persoalan-persoalan yang ada dikomunitas maupun perorangan, biak dalam lingkup nasional maupun lokal.
Sampai saat ini, salah satu kendala yang dihadapi dalam penyusunan Raperda ini adalah permasalah upah dan informasi yang minim dari para masyarakat terutama pemangku kebijakan tentang pekerja rumahan. Untuk itu, sangat diharapkan adanya kajian ataupun pembahasan terkait pekerja rumahan di beberapa lembaga pendidikan maupun pemerintahan.
Paralegal lain yang ikut dalam pertemuan ini adalah Luna, dari komunitas P3SY. Ia baru saja pulang dari agenda pertemuan Asian People Forum yang di laksanakan di Bangkok, Thailand. Dalam agenda tersebut dihadiri oleh perwakilan kelompok-kelompok yang rentan dari perhatian pemerintah dari 10 negara di Asia. Pertemuan tersebut membahas berbagai permasalahan yang terjadi pada kelompok-kelompok rentan seperti komunitas minor, para pekerja rumahan, pekerja seks juga LGBT, pedagang kaki lima serta kelompok-kelompok rentan lainnya.
Pada forum tersebut Luna bertemu dengan salah seorang ibu asal Probolinggo yang memaparkan terkait persoalan perburuhan. Ibu tersebut merupakan salah satu pekerja dari bisnis pengeringan kulit tekek dan ular, dan beliau juga mengatakan bahwa di sana mereka tidak memperoleh lingkungan yang tercemar atau kurang baik, tidak adanya jaminan kesehatan serta upah yang minim.
Kisah personal dari paralegal maupun komunitasnya adalah informasi yang sangat kaya. Perjuangan mereka untuk terus diakui keberadaanya dan mendapatkan hak nya sebagai warga Negara harus selalu dijaga. Untuk itulah, pertemuan-pertemuan kecil seperti ini harus selalu diadakan dan dirawat.